Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat rasa sakit
atau gatal
Aku pengin makan tajin
Aku tidak pernah sesak nafas
Tapi tubuhku tidak memuaskan
untuk punya posisi yang ideal dan wajar
Aku pengin membersihkan tubuhku
dari racun kimiawi
Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan pengabdian
kepada Allah
Tuhan, aku cinta padamu
puisi terakhir mas willi
hanya kematian yang tak memiliki mimpi,karena berawal dari mimpi ku melangkah tak pernah berakhir untuk belajar,ketika nafas terampas disanalah akhir pembelajaran
Jumat, Agustus 07, 2009
tanpa judul
Senin, Juli 27, 2009
keringatku
jalan yang kita bangun dalam imajinasiku, kini hancur .... namun impian itu masih tetap terlihat jelas. maafkan aku belahan jiwaku. ujang sareng ambu sing sabar. abah kan bulatkan semua tenaga dan ku peras semua keringatku, karena ku yakin keringat ini tak kan pernah kering..
Selasa, Juli 21, 2009
BUDAYA BACA
Membaca adalah hal yang sangat fundamental dalam proses belajar dan pertumbuhan intelektual. Kualitas hidup seseorang dapat dilihat dari bagaimana seseorang dapat memaksimalkan potensinya. Salah satu upaya untuk dapat memaksimalkan potensi diri adalah dengan membaca. Dengan membaca kita dapat menambah pengetahuan, menganalisa suatu permasalahan hingga mengambil keputusan dengan tepat. Sehingga tidak diragukan lagi apabila melek huruf (literat) menjadi salah satu indikator dalam indeks pembangunan manusia yang akan mengukur kualitas suatu bangsa.
Menumbuhkan minat baca hingga menciptakan budaya baca di masyarakat bukanlah hal yang mudah. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terutama televisi dan radio yang begitu pesat telah menggeser tradisi baca dan tulis yang belum begitu mengakar kuat di Indonesia menjadi tradisi lihat dan dengar tampak lebih dominan. Bukan hal baru lagi apabila kita mendengar minat baca di Indonesia rendah. Hasil publikasi UNDP tahun 2003, menempatkan Indonesia di urutan 112 dari 174 negara dalam hal kualitas bangsa yang salah satu indikatornya adalah tingkat melek huruf masyarakat. Hasil penelitian lainnya menempatkan Indonesia pada peringkat 39 dari 41 negara dalam hal tingkat kemampuan membaca (reading literacy) masyarakat. Apabila kita telusur lebih jauh, tentu akan ada banyak faktor yang mengakibatkan rendahnya minat baca, mulai dari pendapatan perkapita yang rendah yang berimplikasi pada rendahnya daya beli masyarakat pada bahan bacaan hingga kurang tersedianya bahan bacaan atau sulitnya akses terhadap bahan bacaan tersebut.
Dalam hal ketersediaan bahan bacaan, sebenarnya di Indonesia sejak tahun 1960-an telah berkembang Taman Bacaan Masyarakat, tetapi sangat menyedihkan ketika kita mendengar bahwa dari 7000 Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang telah dibina ternyata 5500 diantaranya collaps (www.republika.co.id). Walaupun collaps-nya sebagian besar TBM ini tidak serta merta menunjukkan bahwa budaya baca di Indonesia rendah namun dalam sebuah pertemuan TBM se-Indonesia pada 10-12 Juli 2005 di Solo diakui bahwa para pengelola TBM terutama mereka yang berada di luar Jawa, yang bertempat di pelosok-pelosok pedesaan, selain memiliki kendala dana dalam mengembangkan TBM tersebut, mereka masih bingung untuk mengembangkan minat baca (www.rumahdunia.net).
Kendala Menumbuhkan Budaya Baca
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa menumbuhkan budaya baca bukanlah hal mudah. Ada beberapa kendala yang kurang mendukung terciptanya budaya baca. Somsong Sangkaeo dari Perpustakaan Nasional Thailand pada Konferensi IFLA ke 65 tahun 1999 menyebutkan beberapa faktor terbatasnya kebiasaan membaca di perpustakaan-perpustakaan ASEAN yang meliputi 6 negara, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) sebagai berikut :
1. Kami bukan masyarakat membaca (reading society) tapi masyarakat lisan (chatting society). Dalam budaya orang lebih senang mendengar dan bicara daripada membaca. Mulai dari menceritakan cerita baik yang berasal dari dongeng lisan maupun membacakan buku bagi orang-orang yang buta huruf hingga kebiasaan membaca dengan suara keras.
2. Manajemen 3M : man, money dan management strategies masih merupakan masalah yang rumit.
Kurangnya Perpustakaan: perpustakaan umum, perpustakaan sekolah dan perpustakaan khusus lebih banyak berlokasi di daerah perkotaan daripada pedesaan
Kurangnya koleksi buku dan bahan bacaan untuk pengguna umum dan pelajar
Kurangnya tenaga yang berpendidikan perpustakaan.
Keterbatasan anggaran, pembiayaan yang minim pada kekayaan koleksi.
3. Aturan pada organisasi dan lembaga lokal dalam membantu perpustakaan mempromosikan kebiasaan membaca.
Metode dalam Menumbuhkan Budaya Baca
Namun menurut penulis ada salah satu langkah yang harus dilaksanakan untuk menuju budaya baca atau bisa di sebut sebagai pengantar menuju masyarakat menuju budaya baca.
Pembinaan minat dan budaya baca merupakan tanggung jawab dari seluruh lapisan masyarakat dan dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan. Beranjak dari analisa tentang kendala yang dihadapi dalam menumbuhkan budaya baca, kita dapat mencoba merumuskan metoda dalam menumbuhkan budaya baca.
1. Apabila kita menganggap penting kegiatan membaca, budaya baca harus ditumbuhkan dari lingkungan terkecil yaitu keluarga. Mulai dari menumbuhkan kecintaan anak pada buku hingga membiasakan kegiatan membaca secara teratur. Kebiasaan membaca tidak berarti memiliki buku bacaan akan tetapi dapat melalui proses peminjaman di perpustakaan, dll. Kebiasaan membaca pada anak bisa dimulai dari pemberian cerita / dongeng yang memacu keingintahuan anak untuk membaca lebih lanjut tentang cerita tersebut, pengerjaan tugas-tugas sekolah
2. Apabila kita menganggap penting kegiatan membaca, budaya baca harus ditumbuhkan dari lingkungan terkecil yaitu keluarga. Mulai dari menumbuhkan kecintaan anak pada buku hingga membiasakan kegiatan membaca secara teratur. Kebiasaan membaca tidak berarti memiliki buku bacaan akan tetapi dapat melalui proses peminjaman di perpustakaan, dll. Kebiasaan membaca pada anak bisa dimulai dari pemberian cerita / dongeng yang memacu keingintahuan anak untuk membaca lebih lanjut tentang cerita tersebut, pengerjaan tugas-tugas sekolah
3. Kebijakan yang dimaksud tidak hanya dalam konteks regulasi negara, tetapi dalam konteks seluruh pihak yang terlibat.
Penutup
Budaya baca tidak dapat tumbuh dengan sendirinya tetapi memerlukan berbagai upaya. Dan upaya yang terpenting adalah bagaimana membentuk manusia-manusia pembelajar yang haus akan pengetahuan. Dengan demikian akan tercipta manusia Indonesia yang literat, kreatif dan cerdas.
Selasa, Juli 14, 2009
YAKIN ......
Aku yakin......
Engkau mengalir dalam darahku
seiring senandung detak dalam dadaku
cemara menjulang berusaha menggapai kebesaran-Mu
hadir di setiap mimpi
ketika kita dikamar mandi
yakinkan aku tenatang balas budi
mengalir di nadi kehidupan
lalu bagaimana dengan balas dendam?
kini ......
duri tumbuh dalam benakku
kembali terasing
yang jauh dari gapai-Mu
nyanyian malam ingatkanku
tuk kembali keharibaan-Mu
Kamis, Juli 02, 2009
JALAN
Awal dari akhir jalanku
tak kan pernah tercipta, mungkin
suatu takdir untukmu dariku olehNya
yang kan membuatmu menangis tersenyum
tetap saja,.......
tetap saja, menangis bersedih
takdir ini sudah tergaris
dan tertulis
debu terlalu tebal
menutup dinding ruang rasa
hempaskan sayap ke lembahMu
akankah ku akhiri ......
kubangun sebuah awal
yang lebih indah
Rabu, Juli 01, 2009
KESEKIAN
Untuk kesekian kali
harap datang selimutiku
panggilanMu mengalun dengan indah
jalan panjang terbentang dihadapku
harap itu mengalir dalam darah
akankah aku mampu .........
tancapkan benderaMu dalam jiwaku
kujalani langkah ini
kilat cahayaMu menuntunku
menuju ridhoMu .....
semoga ........
ampuni aku ......
Tangerang 151207
Selasa, Juni 23, 2009
MENCARI
Awan hitam naungi jalanku
kebesaran-Mu terasa, untuk kesekian kali
Panggilan-Mu. menggetar di sanubari
aku si Kerdil
Mereka menangis di balik waktu
terkirim do'a untukku darinya
kesejukan menyelimuti hatiku
yang menangis akan gelapku
mengisi ruang jiwa
akankah Kau bosan
mengulurkan tangan-Mu yang bersih itu
ataukah sudah muak
mendengar ratapan palsuku
aku berjalan tanpa berlari
mencari dan mencari
Senin, Juni 15, 2009
LARA
Ketika hati berkata
yang terpenjara katakata
Kerinduan yang menyelimuti jiwa
Hanya …..
keterpakuan yang ada
Ruang jiwa yang kosong, sangatlah berat
Untuk merasakan rindu ini
Ingin kaki melangkah tanpa henti
Hanya pelipur lara jiwa yang gundah
Ingin kurapatkan kelopak mata ini
Tapi ……
Mata hati tak bisa menutup
Terus pergi dan pergi, kemudian menghilang
Jumat, Juni 12, 2009
REMBULAN
Wajahmu putih berseri
Menebarkan kedamaian
Matamu bersinar terang
Jelas, memberi keyakinan
Tahukah kamu?
Ada seorang kelana
Hitam kulitnya, membalut jiwa yang kosong
Redup matanya, tak ada tatapan masa depan
Menaruh hati kepadamu
Silau akan sinar jiwamu
Yang menerangi ruang keberadaanmu
Selalu dicumbui air suci
Yang tak pernah terlupakan
Pantaskah aku?
Selasa, Juni 09, 2009
JIWA YANG BOHONG
Hadirmu di depanku
Hanya membawa kesunyian
Hadirmu dalam ke-tibatiba-an,
tak kusangka
Mataku sangat lelah
Tuk pertahankan kehadiranmu
Yang meng-ada di depanku
Jiwaku tlah menghendaki kau pergi
Walau,…….
kau tak pernah datang
hadir di hadapanku
Senin, Juni 08, 2009
HILANG
“silahkan kau ambil dariku”
Suara itu lepas dari lidahku, tapi
Apakah jiwaku sama?
Menangis, menjerit
Semua orang tidak mendengarnya
hanya langit yang meneteskan hujan
akh……,
bukan kuharap mereka mendengarnya
hanya saja …….
Diamlah sejenak
Agar tetesan hujan bisa kunikmati
Untuk menyirami jiwaku yang kering
Pohon-pohon dapat tumbuh kembali
Bunga-bunga bermekaran
………….
Hanyalah harapan kosong
Jumat, Juni 05, 2009
TAK BERARAH
Dingin malam menusuk jantung
Gerimis merasuk kalbu
Sunyi menyelimuti jiwa
Sepi, sepi dan sepi
Ntah apa yang dicari
Walau jelas ……….
Jiwa tlah hilang sebelah
Rabu, Juni 03, 2009
Kamis, Mei 28, 2009
Seniman.......
Judul : Meniru kreativitas Tuhan , Julia Cameron dan Mark Bryan.
Julia Cameron menyediakan cara untuk mengatasi kreativitas macet atau gagasan terhenti. Judul aslinya adalah The Artist’s way : A Spiritual Path to Higher Creativity, tapi kiatnya bisa diterapkan untuk semua orang di segala bidang, bukan hanya untuk seniman.
Dalam epilog, jalan seniman adalah sebuah pengembaraan spiritual, ziarah dan mudik ke dalam diri. Anda akan mendapatkan sesuatu jika anda mendengarkannya.
Bukankah yang disarankan Julia ini adalah Iqra alias membaca isyarat dari Allah ?
Berdasar share dengan seorang karib sekaligus seorang saudara dalam penjelajahan hidup yang sering terkadang memberikan nasehat (atau entah apa artinya) terbersit dalam pikiran untuk membuka kembali rekaman yang dulu pernah hinggap dan menggeluti pikiran., yang sampai sekarang ini menjadi dasar keyakinan dalam berbuat tentunya jauh setelah Al-Quran dan Al-Hadist. sehingga prakata di atas adalah pengantar atau kesimpulan yang pada intinya tentang seniman (setidaknya apa yang saya yakini sampai sekarang)
Ada dua kubu paradigma berkesenian, memang. Antara menjadikan seni sebagai ruang bebas nilai yang sepenuhnya sarat estetika tanpa campuran nilai kemanusiaan apa pun, dengan paradigma yang memposisikan seni sebagai bagian dari agent of change yang tidak sekedar menghibur, namun juga mencerahkan dan terlebih lagi mendorong kepada perubahan kehidupan masyarakat. Tidak ada yang benar atau pun salah, keduanya sah dan boleh-boleh saja. Ada pula yang fokus menjadikan kesenian sebagai sarana perlawanan dan penyambung hidup, ada pula yang menjadikannya sebagai aktivitas kedua, itu pun tidak bermasalah nampaknya. Asalkan seni tetap bergulir sebagai bagian utuh pembentuk masyarakat, sama halnya dengan bagian-bagian lain seperti ekonomi, politik, teknologi. Meskipun demikian, tidak berarti seni bisa diwujudkan dalam bentuk apapun dengan alasan bebas nilai. Ia tetaplah harus memilki koridor-koridor tertentu layaknya jagad raya yang juga dilingkupi sekian hukum alam yang menjadi penyangga serta pelestarinya.
Mengutip artikel yang ditulis oleh Muthia Esfand, SS. Bahwa seniman adalah intelektual, namun sekaligus orang biasa, seniman boleh bermimpi dan berkhayal namun bersamaan dengan itu dia harus menjejakkan kakinya di bumi.”
Menurut Tisna Sanjaya–seorang seniman yang identik dengan media berupa performance art–di dalam karya seni terkandung nilai-nilai yang mampu menciptakan perubahan, meskipun secara tidak langsung, bahkan karya seni merupakan instrument penting dalam sebuah perubahan kebudayaan. Lebih lanjut lagi, dikatakan bahwa seni juga mempunyai nilai penyadaran bagi masyarakat.
Sudah saatnya seni dipersepsikan sebagai bagian dari dunia ilmiah serta intelektual, dan bukan lagi sekedar nilai estetika yang bebas nilai. Para seniman yang muncul diluar ruang perkuliahan khusus seni barangkali memang mengemban tugas sebagai penyambung idealisme ini. Seperti ungkapan perupa Arahmaiani, “Posisi seniman adalah penghubung dunia atas dan dunia bawah, menjadi mediator antara yang halus dan yang kasar, yang suci dan yang profane, atau antara peradaban dan alam, antara mimpi dan kenyataan.
Hidup adalah seni -- bukan sebuah ungkapan klise. Suka atau tidak, itulah kenyataannya. Salah satu seninya adalah bagaimana kita dapat memberi arti dari karya-karya yang kita buat. Arti itu akan kecil dan sepele kalau kita menempatkan kedisiplinan dan keteraturan jauh-jauh dari hidup kita, yang menjadikan kita seniman-seniman yang palsu. (Sidik Nugroho)
SENI dalam segala perwujudannya merupakan (salah satu) ekspresi proses kebudayaan manusia, sekaligus pencerminan dari peradaban suatu masyarakat atau bangsa pada suatu kurun waktu tertentu. Di lain pihak, kebudayaan tidak hanya berciri fungsional untuk melangsungkan hidup, tapi sekaligus juga proses pemerdekaan diri: membuat orang jadi lebih manusiawi. (Toto ST Radik; dalam artikel Seni, Proses Kreatif dan Sikap Seniman. Diposkan oleh RUMAH DUNIA; Penulis adalah penyair, pengelola Sanggar Sastra Remaja Indonesia (SSRI) Serang, dan penasehat Rumah Dunia)
REALITA DI MASYARAKAT
Ibarat makanan, kesenian dalam konteks masyarakat kebanyakan adalah sekedar camilan. Boleh ada namun juga tidak selalu harus tersedia. Hal ini bisa jadi dikarenakan minimnya pemahaman tentang arti dan nilai suatu bentuk karya seni bagi kehidupan manusia. Seni dianggap hanya sekedar pajangan pemanis ruangan, hiburan pelepas gundah, bahkan sekedar cara meningkatkan gengsi.
Seni juga seringkali dianggap sebagai aktivitas hura-hura yang jauh dari kesan ilmiah, intelektual, akademis, bahkan moralis. Hal ini bisa jadi karena adanya anggapan bahwa proses penciptaan suatu bentuk karya seni hanyalah proses perenungan semata, ibarat menanti ilham dari langit, tanpa ada proses ilmiah dan intelektual disana. Banyak yang tidak mengetahui bahwa dalam menciptakan suatu karya seni, seorang seniman juga dituntut untuk melakukan proses-proses layaknya penelitian ilmiah. Mulai dari proses studi pustaka, menelaah realita sosial yang tengah terjadi, bereksperimen dalam menghasilkan nilai estetika yang tidak melulu sama, berkontemplasi agar kedalaman makna kehidupan juga tertuang dalam karyanya, sampai pada akhirnya merealisasikannya dalam bentuk karya nyata.
PROSES KREATIF
Proses penciptaan disebut juga proses kreatif, yaitu rangkaian kegiatan dalam menciptakan dan melahirkan karya-karya seninya sebagai ungkapan gagasan dan keinginannya. Pada hakikatnya hanyalah usaha memodifikasi (mengubah/menyesuaikan) sesuatu yang telah ada sebelumnya. Misalnya, seorang pelukis membuat sebuah lukisan karena sebelumnya telah ada pelukis lain dan karya lukisan lainnya. Di situlah seniman berupaya dengan keras menampilkan sesuatu yang lain dari apa yang sudah ada, sehingga melahirkan suatu realitas baru yang kemudian diakui sebagai hasil ciptaannya.
Kemampuan “mencipta” (sesungguhnya hanya milik Tuhan!) inilah yang menjadikan manusia sebagai mahluk yang berkebudayaan. Yaitu yang memiliki kesadaran untuk mengembangkan kebiasaan hidup, saling berhubungan satu sama lain, dan mampu menyimpan pengalaman atau pengetahuannya sehingga dapat diketahui dan dialami oleh generasi-generasi berikutnya. Termasuk juga pengalaman estetiknya yang dijelmakan dalam kesenian.
Kemampuan kreatif atau mencipta tersebut sesungguhnya bukanlah sesuatu yang istimewa. Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki tiga kemampuan utama, yaitu kemampuan fisik, kemampuan rasio atau akal, dan kemampuan kreatif. Hanya perimbangannnya saja yang berbeda-beda antara orang per orang.
Tiga kemampuan utama tersebut membentuk kemampuan-kemampuan lainnya yaitu kemampuan gerak, perasaan, dan imajinasi, di mana satu sama lain saling menjelmakan suatu kebulatan yang utuh. Integrasi atau penyatuan yang serasi dari seluruh kemampuan tersebut berpuncak atau menghasilkan apa yang dinamakan intuisi (penghayatan sedalam-dalamnya).
Perkara intuisi inilah yang kerapkali begitu besar dimiliki seorang seniman. Seorang seniman karena kepekaan intuitifnya seringkali berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai arti hidup dan realitas kehidupan secara keseluruhan dengan antitesis yang radikal. Sehingga sebagai mahluk historis, seniman senantiasa terus-menerus memulai dan memulai lagi penciptaan. Ia tidak akan memuja-muja masa lampau, tradisi tidak akan menjadi Allah-nya. Ia juga tidak akan memuja-muja masa depan, futurisisme tidak akan menjadi Allah-nya. Bahkan ia pun tidak akan memuja-muja masa sekarang, kejadian masa kini tidak akan menjadi Allah-nya. Yang dapat diartikan bahwa proses itu akan terus ada selama kebenaran masih ada, proses mencari kebenaran. Namun kebenaran hanyalah milik Tuhan. tapi bukan berarti putus asa dalam mencari kebenaran namun terus berusaha untuk mendekatinya sedekat mungkin
Dengan kata lain, seniman senantiasa melakukan pembaharuan terus-menerus, tak kunjung henti. Bahkan di tengah-tengah hidup dan kehidupan yang ditelikung nihilisme atau ketanpaartian yang melemparkan manusia ke dalam jurang-jurang pengasingan dan kesia-siaan. Dalam kata-kata Theodor W. Adorno sebagaimana dikutip Herman Tjahja dalam majalah kebudayaan Basis edisi September 1986, “Dalam masa ketanpaartian, karya seni dapat melambangkan ‘ketanpaartian’ dengan sangat tepat secara estetis. Maka, karya seni merupakan ekspresi penuh arti dalam dirinya sendiri tentang ketanpaartian yang ada secara nyata.”
SIKAP KRITIS
Ia senantiasa tergoda untuk berkarya dan berkarya. Bukannya tergoda oleh tepuk-tangan massa atau oleh daya tarik kekuasaan. Ia bergulat mengolah dan bermain-main dengan gagasan. Bahkan tidak pernah merasa puas dan terus mempersoalkan karyanya sendiri. Ia juga berlaku kritis terhadap dirinya sendiri, sehingga tidak menganggap penting dirinya karena yang ia pertaruhkan adalah karyanya (bukan berarti plin-plan atau tak memiliki penidirian, namun sekali lagi bahwa ini dalam proses dalam mencari kebenaran). Musuh besarnya bukanlah orang lain, tapi sikap mediocrity (kecukupanan) dan sikap utilitarian (kegunaan) yang mengepung dirinya maupun masyarakatnya.
Sikap kritis terhadap dirinya sendiri dan karya keseniannya itulah yang akan mampu terus menyalakan energi kreatifnya dalam proses penciptaan. Sehingga karya-karyanya menjelma menjadi “peristiwa” yang menimbulkan kelepak riak sekecil apa pun, yang menggugat ketenangan hidup yang mapan semu, yang mengganggu dan menggugah tidurnya kesadaran orang untuk berpikir secara baru dan lain.
Dengan imajinasi seniman, kekuatannya yang kreatif, keberanian dan integritasnya, melalui kode, tanda dan simbol, warna dan bentuk dalam karya-karyanya, akan memberikan arti baru kepada hidup dan oleh karena itu lebih menghasilkan energi hidup, lebih menguntungkan bagi hidup, dan lebih menggembirakan dalam hidup yang manusiawi dengan mengangkat hasrat manusia akan keadilan, kemerdekaan, kebebasan, kebenaran, dan kebahagiaan.
“Kerja keras bukan untuk sukses tetapi untuk sebuah nilai.” (Albert Einstein)
Rabu, Mei 27, 2009
Selasa, Mei 26, 2009
Senin, Mei 25, 2009
Jumat, Mei 22, 2009
Rabu, Mei 20, 2009
Selasa, Mei 19, 2009
TERMINAL
Di bangku terminal
Sampah berserakan
Matahari membakar kulit
Penjual memanggil duit
Seorang ibu terduduk lelah
Seorang ayah terduduk lesu
Hitam kulit mereka
Ntah ibu siapa
Ntah ayah siapa
Tak ada yang menangisi
Pun aku, tak bisa menangis
Air mataku
Air matamu
Air mata kita
Tlah lama kering
Oleh kerasnya kehidupan
Senin, Mei 18, 2009
KEDAMAIAN
Kerikil menusuk kaki
Sinar mentari menyiram tubuh
Hangatnya membalut kulit
Senyummu …
Penuh kedamaian
Gunung membentenginya
Dari kerasnya kehidupan kota
Alam …
Sahabat yang mau berbagi rasa
Bercumbu dalam damai
Sapamu, senyummu
Menghiasi bibir
Hatimu berbalut kasih
Kotoran ternak tercium dari bajumu
Tanah di tubuhmu,
Menusuk ke dalam hidung jiwaku
Sabtu, Mei 16, 2009
AH……..
Matahari enggan menampakkan diri
Dedaunan bertafakur dalam sunyi
tebarkan kesegaran
selimuti kegelisahan
menggapai keterasingan, sayapnya
Hujan menyirami bumi
basahi kemunafikan
meletakkan dibawah kehancuran
kutekan ke dasar jiwa, agar
ditelan bumi, namun
mentari tetap sembunyi
dibalik genangan air
Selasa, Mei 12, 2009
SEPI
Sinar rembulan menusuk kalbu
Sibakkan kegelisahan dalam kesunyian
Terangi keresahan dalam keterasingan
Selimut dingin membasuh tubuh
Terbawa angin menyelusup pori
Bagai hidup diatas awan
Berteman burung, bisu akan bicara manusia
Berjalan –ditinggal kabut, kesendirian
Nyanyian angin menyayat hati
Jumat, Mei 08, 2009
Uga Wangsit Siliwangi
Terjemahan bebas Uga Wangsit Siliwangi.
Prabu Siliwangi berpesan pada warga Pajajaran yang ikut mundur pada waktu beliau sebelum menghilang :
“Perjalanan kita hanya sampai disini hari ini, walaupun kalian semua setia padaku! Tapi aku tidak boleh membawa kalian dalam masalah ini, membuat kalian susah, ikut merasakan miskin dan lapar. Kalian boleh memilih untuk hidup kedepan nanti, agar besok lusa, kalian hidup senang kaya raya dan bisa mendirikan lagi Pajajaran! Bukan Pajajaran saat ini tapi Pajajaran yang baru yang berdiri oleh perjalanan waktu! Pilih! aku tidak akan melarang, sebab untukku, tidak pantas jadi raja yang rakyatnya lapar dan miskin.”
Dengarkan! Yang ingin tetap ikut denganku, cepat memisahkan diri ke selatan! Yang ingin kembali lagi ke kota yang ditinggalkan, cepat memisahkan diri ke utara! Yang ingin berbakti kepada raja yang sedang berkuasa, cepat memisahkan diri ke timur! Yang tidak ingin ikut siapa-siapa, cepat memisahkan diri ke barat!
Dengarkan! Kalian yang di timur harus tahu: Kekuasaan akan turut dengan kalian! dan keturunan kalian nanti yang akan memerintah saudara kalian dan orang lain. Tapi kalian harus ingat, nanti mereka akan memerintah dengan semena-mena. Akan ada pembalasan untuk semua itu. Silahkan pergi!
Kalian yang di sebelah barat! Carilah oleh kalian Ki Santang! Sebab nanti, keturunan kalian yang akan mengingatkan saudara kalian dan orang lain. Ke saudara sedaerah, ke saudara yang datang sependirian dan semua yang baik hatinya. Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari gunung Halimun terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak Cawéné. Jangan sampai berlebihan, sebab nanti telaga akan banjir! Silahkan pergi! Ingat! Jangan menoleh kebelakang!
Kalian yang di sebelah utara! Dengarkan! Kota takkan pernah kalian datangi, yang kalian temui hanya padang yang perlu diolah. Keturunan kalian, kebanyakan akan menjadi rakyat biasa. Adapun yang menjadi penguasa tetap tidak mempunyai kekuasaan. Suatu hari nanti akan kedatangan tamu, banyak tamu dari jauh, tapi tamu yang menyusahkan. Waspadalah!
Semua keturunan kalian akan aku kunjungi, tapi hanya pada waktu tertentu dan saat diperlukan. Aku akan datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar. Memang aku akan datang tapi hanya untuk mereka yang baik hatinya, mereka yang mengerti dan satu tujuan, yang mengerti tentang harum sejati juga mempunyai jalan pikiran yang lurus dan bagus tingkah lakunya. Ketika aku datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri dengan wewangian. Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! Tapi suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang hilang bisa diteemukan kembali. Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai dasar. Tapi yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. dan bahkan berlebihan kalau bicara.
Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui, sebagian-sebagian. Sebab terlanjur dilarang oleh Pemimpin Pengganti! Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala. Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.
Dengarkan! yang saat ini memusuhi kita, akan berkuasa hanya untuk sementara waktu. Tanahnya kering padahal di pinggir sungai Cibantaeun dijadikan kandang kerbau kosong. Nah di situlah, sebuah nagara akan pecah, pecah oleh kerbau bule, yang digembalakan oleh orang yang tinggi dan memerintah di pusat kota. semenjak itu, raja-raja dibelenggu. Kerbau bule memegang kendali, dan keturunan kita hanya jadi orang suruhan. Tapi kendali itu tak terasa sebab semuanya serba dipenuhi dan murah serta banyak pilihan.
Semenjak itu, pekerjaan dikuasai monyet. Suatu saat nanti keturunan kita akan ada yang sadar, tapi sadar seperti terbangun dari mimpi. Dari yang hilang dulu semakin banyak yang terbongkar. Tapi banyak yang tertukar sejarahnya, banyak yang dicuri bahkan dijual! Keturunan kita banyak yang tidak tahu, bahwa jaman sudah berganti! Pada saat itu geger di seluruh negara. Pintu dihancurkan oleh mereka para pemimpin, tapi pemimpin yang salah arah!
Yang memerintah bersembunyi, pusat kota kosong, kerbau bule kabur. Negara pecahan diserbu monyet! Keturunan kita enak tertawa, tapi tertawa yang terpotong, sebab ternyata, pasar habis oleh penyakit, sawah habis oleh penyakit, tempat padi habis oleh penyakit, kebun habis oleh penyakit, perempuan hamil oleh penyakit. Semuanya diserbu oleh penyakit. Keturunan kita takut oleh segala yang berbau penyakit. Semua alat digunakan untuk menyembuhkan penyakit sebab sudah semakin parah. Yang mengerjakannya masih bangsa sendiri. Banyak yang mati kelaparan. Semenjak itu keturunan kita banyak yang berharap bisa bercocok tanam sambil sok tahu membuka lahan. mereka tidak sadar bahwa jaman sudah berganti cerita lagi.
Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! Sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana-sini. Lalu keturunan kita mengamuk. Mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman, yang jelas-jelas teman dijadikan musuh. Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri. Yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. Yang mengamuk tambah berkuasa, mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam diusir. Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi…ada yang menghentikan, yang menghentikan adalah orang sebrang.
Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan penguasa dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan penguasa, penguasa baru susah dianiaya! Semenjak itu berganti lagi jaman. Ganti jaman ganti cerita! Kapan? Tidak lama, setelah bulan muncul di siang hari, disusul oleh lewatnya komet yang terang benderang. Di bekas negara kita, berdiri lagi sebuah negara. Negara di dalam negara dan pemimpinnya bukan keturunan Pajajaran.
Lalu akan ada penguasa, tapi penguasa yang mendirikan benteng yang tidak boleh dibuka, yang mendirikan pintu yang tidak boleh ditutup, membuat pancuran ditengah jalan, memelihara elang dipohon beringin. Memang penguasa buta! Bukan buta pemaksa, tetapi buta tidak melihat, segala penyakit dan penderitaan, penjahat juga pencuri menggerogoti rakyat yang sudah susah. Sekalinya ada yang berani mengingatkan, yang diburu bukanlah penderitaan itu semua tetapi orang yang mengingatkannya. Semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli. memerintah sambil menyembah berhala. Lalu anak-anak muda salah pergaulan, aturan hanya menjadi bahan omongan, karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti aturan itu sendiri. Wajar saja bila kolam semuanya mengering, pertanian semuanya puso, bulir padi banyak yang diselewengkan, sebab yang berjanjinya banyak tukang bohong, semua diberangus janji-janji belaka, terlalu banyak orang pintar, tapi pintar kebelinger.
Pada saat itu datang pemuda berjanggut, datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena pintar kebelinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah memerah, asap mengepul dari perapian. Alih-alih dianggap, pemuda berjanggut ditangkap dimasukan kepenjara. Lalu mereka mengacak-ngacak tanah orang lain, beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja membuat permusuhan.
Waspadalah! sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan Pajajaran. Sebab takut ketahuan, bahwa mereka yang jadi gara-gara selama ini. Penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai oleh kelakuan hewan.
Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mukjizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri, kapan waktunya? Nanti, saat munculnya anak gembala! di situ akan banyak huru-hara, yang bermula di satu daerah semakin lama semakin besar meluas di seluruh negara. yang tidak tahu menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar. Dipimpin oleh pemuda gendut! Sebabnya bertengkar? Memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa-bawa.
Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang punya uang. Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!
Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati. Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi nanti, Setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati.
Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.
Silahkan pergi, ingat jangan menoleh kebelakang!
Artikel Asli
Selasa, Mei 05, 2009
Uga Wangsit Siliwangi (sunda)
Carita Pantun Ngahiangna Pajajaran
Pun, sapun kula jurungkeun
Mukakeun turub mandepun
Nyampeur nu dihandeuleumkeun
Teundeun poho nu baréto
Nu mangkuk di saung butut
Ukireun dina lalangit
Tataheun di jero iga!
Saur Prabu Siliwangi ka balad Pajajaran anu milu mundur dina sateuacana ngahiang : “Lalakon urang ngan nepi ka poé ieu, najan dia kabéhan ka ngaing pada satia! Tapi ngaing henteu meunang mawa dia pipilueun, ngilu hirup jadi balangsak, ngilu rudin bari lapar. Dia mudu marilih, pikeun hirup ka hareupna, supaya engké jagana, jembar senang sugih mukti, bisa ngadegkeun deui Pajajaran! Lain Pajajaran nu kiwari, tapi Pajajaran anu anyar, nu ngadegna digeuingkeun ku obah jaman! Pilih! ngaing moal ngahalang-halang. Sabab pikeun ngaing, hanteu pantes jadi Raja, anu somah sakabéhna, lapar baé jeung balangsak.”
Daréngékeun! Nu dék tetep ngilu jeung ngaing, geura misah ka beulah kidul! Anu hayang balik deui ka dayeuh nu ditinggalkeun, geura misah ka beulah kalér! Anu dék kumawula ka nu keur jaya, geura misah ka beulah wétan! Anu moal milu ka saha-saha, geura misah ka beulah kulon!
Daréngékeun! Dia nu di beulah wétan, masing nyaraho: Kajayaan milu jeung dia! Nya turunan dia nu engkéna bakal maréntah ka dulur jeung ka batur. Tapi masing nyaraho, arinyana bakal kamalinaan. Engkéna bakal aya babalesna. Jig geura narindak!
Dia nu di beulah kulon! Papay ku dia lacak Ki Santang! Sabab engkéna, turunan dia jadi panggeuing ka dulur jeung ka batur. Ka batur urut salembur, ka dulur anu nyorang saayunan ka sakabéh nu rancagé di haténa. Engké jaga, mun tengah peuting, ti gunung Halimun kadéngé sora tutunggulan, tah éta tandana; saturunan dia disambat ku nu dék kawin di Lebak Cawéné. Ulah sina talangké, sabab talaga bakal bedah! Jig geura narindak! Tapi ulah ngalieuk ka tukang!
Dia nu marisah ka beulah kalér, daréngékeun! Dayeuh ku dia moal kasampak. Nu ka sampak ngan ukur tegal baladaheun. Turunan dia, lolobana bakal jadi somah. Mun aya nu jadi pangkat, tapi moal boga kakawasaan. Arinyana engké jaga, bakal ka seundeuhan batur. Loba batur ti nu anggang, tapi batur anu nyusahkeun. Sing waspada!
Sakabéh turunan dia ku ngaing bakal dilanglang. Tapi, ngan di waktu anu perelu. Ngaing bakal datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah, tapi ngan nu hadé laku-lampahna. Mun ngaing datang moal kadeuleu; mun ngaing nyarita moal kadéngé. Mémang ngaing bakal datang. Tapi ngan ka nu rancagé haténa, ka nu weruh di semu anu saéstu, anu ngarti kana wangi anu sajati jeung nu surti lantip pikirna, nu hadé laku lampahna. Mun ngaing datang; teu ngarupa teu nyawara, tapi méré céré ku wawangi. Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay. Sabab bukti anu kari, bakal réa nu malungkir! Tapi engké jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu maké amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arédan heula.
Engké bakal réa nu kapanggih, sabagian-sabagian. Sabab kaburu dilarang ku nu disebut Raja Panyelang! Aya nu wani ngoréhan terus terus, teu ngahiding ka panglarang; ngoréhan bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. Nyaéta budak angon; imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangonna? Lain kebo lain embé, lain méong lain banténg, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagian disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung raréang ménta dilalakonkeun. Tapi, mudu ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang: undur jaman datang jaman, saban jaman mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung nitis, laju nitis dipinda sukma.
Daréngékeun! Nu kiwari ngamusuhan urang, jaradi rajana ngan bakal nepi mangsa: tanah bugel sisi Cibantaeun dijieun kandang kebo dongkol. Tah di dinya, sanagara bakal jadi sampalan, sampalan kebo barulé, nu diangon ku jalma jangkung nu tutunjuk di alun-alun. Ti harita, raja-raja dibelenggu. Kebo bulé nyekel bubuntut, turunan urang narik waluku, ngan narikna henteu karasa, sabab murah jaman seubeuh hakan.
Ti dinya, waluku ditumpakan kunyuk; laju turunan urang aya nu lilir, tapi lilirna cara nu kara hudang tina ngimpi. Ti nu laleungit, tambah loba nu manggihna. Tapi loba nu pahili, aya kabawa nu lain mudu diala! Turunan urang loba nu hanteu engeuh, yén jaman ganti lalakon ! Ti dinya gehger sanagara. Panto nutup di buburak ku nu ngaranteur pamuka jalan; tapi jalan nu pasingsal!
Nu tutunjuk nyumput jauh; alun-alun jadi suwung, kebo bulé kalalabur; laju sampalan nu diranjah monyét! Turunan urang ngareunah seuri, tapi seuri teu anggeus, sabab kaburu: warung béak ku monyét, sawah béak ku monyét, leuit béak ku monyét, kebon béak ku monyét, sawah béak ku monyét, cawéné rareuneuh ku monyét. Sagala-gala diranjah ku monyét. Turunan urang sieun ku nu niru-niru monyét. Panarat dicekel ku monyet bari diuk dina bubuntut. Walukuna ditarik ku turunan urang keneh. Loba nu paraeh kalaparan. ti dinya, turunan urang ngarep-ngarep pelak jagong, sabari nyanyahoanan maresék caturangga. Hanteu arengeuh, yén jaman geus ganti deui lalakon.
Laju hawar-hawar, ti tungtung sagara kalér ngaguruh ngagulugur, galudra megarkeun endog. Génjlong saamparan jagat! Ari di urang ? Ramé ku nu mangpring. Pangpring sabuluh-buluh gading. Monyét ngumpul ting rumpuyuk. Laju ngamuk turunan urang; ngamukna teu jeung aturan. loba nu paraéh teu boga dosa. Puguh musuh, dijieun batur; puguh batur disebut musuh. Ngadak-ngadak loba nu pangkat nu maréntah cara nu édan, nu bingung tambah baringung; barudak satepak jaradi bapa. nu ngaramuk tambah rosa; ngamukna teu ngilik bulu. Nu barodas dibuburak, nu harideung disieuh-sieuh. Mani sahéng buana urang, sabab nu ngaramuk, henteu beda tina tawon, dipaléngpéng keuna sayangna. Sanusa dijieun jagal. Tapi, kaburu aya nu nyapih; nu nyapihna urang sabrang.
Laju ngadeg deui raja, asalna jalma biasa. Tapi mémang titisan raja. Titisan raja baheula jeung biangna hiji putri pulo Dewata. da puguh titisan raja; raja anyar hésé apes ku rogahala! Ti harita, ganti deui jaman. Ganti jaman ganti lakon! Iraha? Hanteu lila, anggeus témbong bulan ti beurang, disusul kaliwatan ku béntang caang ngagenclang. Di urut nagara urang, ngadeg deui karajaan. Karajaan di jeroeun karajaan jeung rajana lain teureuh Pajajaran.
Laju aya deui raja, tapi raja, raja buta nu ngadegkeun lawang teu beunang dibuka, nangtungkeun panto teu beunang ditutup; nyieun pancuran di tengah jalan, miara heulang dina caringin, da raja buta! Lain buta duruwiksa, tapi buta henteu neuleu, buaya eujeung ajag, ucing garong eujeung monyét ngarowotan somah nu susah. Sakalina aya nu wani ngageuing; nu diporog mah lain satona, tapi jelema anu ngélingan. Mingkin hareup mingkin hareup, loba buta nu baruta, naritah deui nyembah berhala. Laju bubuntut salah nu ngatur, panarat pabeulit dina cacadan; da nu ngawalukuna lain jalma tukang tani. Nya karuhan: taraté hépé sawaréh, kembang kapas hapa buahna; buah paré loba nu teu asup kana aseupan……………………….. Da bonganan, nu ngebonna tukang barohong; nu tanina ngan wungkul jangji; nu palinter loba teuing, ngan pinterna kabalinger.
Ti dinya datang budak janggotan. Datangna sajamang hideung bari nyorén kanéron butut, ngageuingkeun nu keur sasar, ngélingan nu keur paroho. Tapi henteu diwararo! Da pinterna kabalinger, hayang meunang sorangan. Arinyana teu areungeuh, langit anggeus semu beureum, haseup ngebul tina pirunan. Boro-boro dék ngawaro, malah budak nu janggotan, ku arinyana ditéwak diasupkeun ka pangbérokan. Laju arinyana ngawut-ngawut dapur batur, majarkeun néangan musuh; padahal arinyana nyiar-nyiar pimusuheun.
Sing waspada! Sabab engké arinyana, bakal nyaram Pajajaran didongéngkeun. Sabab sarieuneun kanyahoan, saenyana arinyana anu jadi gara-gara sagala jadi dangdarat. Buta-buta nu baruta; mingkin hareup mingkin bedegong, ngaleuwihan kebo bulé. Arinyana teu nyaraho, jaman manusa dikawasaan ku sato!
Jayana buta-buta, hanteu pati lila; tapi, bongan kacarida teuing nyangsara ka somah anu pada ngarep-ngarep caringin reuntas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan. Iraha mangsana? Engké, mun geus témbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gélo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba; nu boga hak marénta bagianana. Ngan nu aréling caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarérang.
Nu garelut laju rareureuh; laju kakara arengeuh; kabéh gé taya nu meunang bagian. Sabab warisan sakabéh béak, béakna ku nu nyarekel gadéan. Buta-buta laju nyarusup, nu garelut jadi kareueung, sarieuneun ditempuhkeun leungitna nagara. Laju naréangan budak angon, nu saungna di birit leuwi nu pantona batu satangtung, nu dihateup ku handeuleum ditihangan ku hanjuang. Naréanganana budak tumbal. sejana dék marénta tumbal. Tapi, budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung budak anu janggotan; geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawéné!
Nu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul. Daréngékeun! Jaman bakal ganti deui. tapi engké, lamun Gunung Gedé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Génjlong deui sajajagat. Urang Sunda disarambat; urang Sunda ngahampura. Hadé deui sakabéhanana. Sanagara sahiji deui. Nusa Jaya, jaya deui; sabab ngadeg ratu adil; ratu adil nu sajati.
Tapi ratu saha? Ti mana asalna éta ratu? Engké ogé dia nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia éta budak angon!
Jig geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang!
artikel asli
Senin, Mei 04, 2009
peng-AKHIR-an
Ketika kebenaran mengulurkan tangan-Nya
Aku menepisnya
kini……………
Dia menjauh terbawa angin menelusuri jalan-Nya
Sesal yang mengendap di dasar laut jiwa
Tlah muncul menyambut matahari yang tertutup kabut
Dunia ini terlalu sesak untuk sebuah penyesalan
Kupanggil kembali angin yang tlah pergi jauh
Pantaskah aku?
Yang slalu mengendapkan dan memunculkan
Tanpa mengenal suatu pengakhiran
Jumat, Mei 01, 2009
Kamis, April 30, 2009
DEBU JALAN
Engkau berlari kecil
Seiring mesin-mesin itu berhenti
Hitam kulitmu, yang belum tentu dengan jiwamu
Terpanggang terik raja siang
Kulitmu berselimut asap knalpot
Tertutup debu-debu jalanan
Bernyanyi diiringi derungan knalpot
Nyanyianmu, jeritan jiwa
Derungan knalpot tlah menyembunyikan
Merdunya suaramu
Asap menghalangi bayangmu
Engkau adalah matahariku
Matahari yang terhalang gunung
Tertutup awan yang tak hendak pergi
Tangan siapa yang bisa menyingkapnya
Aku?, kamu?, kita?, kalian?, ……
Kau tak tersentuh oleh tangan keadilan
Rabu, April 29, 2009
Permainan dan Nyanyian Anak Jawa Barat(Sunda)
Kita banyak mengenal permainan dan nyanyian yang sering dikumandangkan jaman dulu khususnya di daerah jawa barat, namun di akhir tahun 90-an nyanyian dan permainan ini telah hilang termakan oleh pesatnya perkembangan jaman, dimana kita belum siap menerima hal-hal baru yang terkirim dari entah dunia mana. dan kita pun banyak kehilangan jiwa kehidupan. ada satu pepatah atau entah apa itu namanya "bagaimana kita akan maju jikalau kita tidak tahu dari mana dan bagaimana budaya kita" dan mungkin kata-kata ini yang cocok untuk saat ini. karena kita hanya mengenal kulit kacang tanpa mengetahui isinya.yang akhirnya banyak diantara kita ketika sudah masuk usia dewasa, kita baru sibuk dengan pencarian jati diri. jadi kapan sebenarnya kita akan dewasa ? apakah makna dewasa adalah saat-saat kita bingung dan pusing dalam pencarian jati diri???
1. Ambila-ambilan
Ambil-ambilan turuktuk hayam samantu
saha nu di ambil
kami mah budak pahatu
purah nutu purah ngejo
purah ngasakan baligo
purah tunggu bale gede
nyerieun sukuna kacugak ku kaliage
aya ubarna urat gunting sampurage
tiguling nyocolan dage.
2.Cingciripit
Cingciripit
tulang bajing kacapit
kacapit ku bulu pare
bulu pare seuseukeutna
jol Pa Dalang
mawa wayang jrek-jrek nong.....
3.Lalandakan
Landak landak sonari
kop cau kop tiwu
hakaneun sia janari
bekel miang ka batawi
kop jurig jarian
kop jurig tangkod
kop jurig pacilingan
kop jurig onom......
4.Oray-orayan
Oray orayan
luar leor mapay sawah
tong ka sawah
parena keur sedeng beukah
Oray-orayan
laur leor mapay leuwi
tang ka leuwi
di leuwi loba nu mandi
Oray-orayan
oray naon, orya bungka, bungka naon, bungka laut
laut naon, laut dipa, dipa naon,...dipandeuriiiii...
Selasa, April 28, 2009
KOSONG
Bungkamlah segala keresahan
Sebarkan fatamorgana
Kurangkul tiang-tiang impian
Tersentuh awan-awan yang indah
Burung-burung hinggap diatasnya
Semerbak bunga mewangi
Menebarkan bulu-bulu hidung
Menghiasi tiang-tiang yang kokoh
Menyatu dalam fragmen kehidupan
Bingkainya terukir dengan indah
Penuh dengan liku yang rumit
Artistik pikirku …….
Senin, April 27, 2009
MERINDU “RINDU”
Kau rangkul jiwaku, tapi…..
Tanganku selalu menepisnya
Kuciptakan fatamorgana
Hanya untukku….
Dan terus slalu tersenyum
Daun tlah kehilangan hijaunya
Mata air tlah ditinggal sumbernya
Kuciptakan manik-manik kegelapan
Hanya dari balik jendela
Kutatap matahari, atau
Tetesan air hujan
……..
Kurangkul “ingin” rangkulan
Kamis, April 23, 2009
Harapan- KUASA
Dinding waktu terasa runtuh
Berlari bermandikan peluh
Bergoyang penuh dengan kegetiran
Kau tampakkan kuku-kukuMu
Tanpa pernah mengada
Tapi slalu ada, yang slalu terlupakan
Tanpa mengenal dendam
Tangis histeris melengking di ujung langit
Menusuk sanubari
Menghancurkan gendang telinga
Barat, timur, utara, selatan
Hanyalah milik-Mu
Semua tanpa ujung dan kepastian
Kupeluk erat pohon yang berdiri kokoh
Sanubariku tlah tertutup
Buta akan kebenaran
Yang sudah jelas tampak
Kau getarkan tanah ini
Agar kami kembali, tengadah ke tempatMu, dan
Bersujud di hadapanMu
Jogja, 27 05 06
Senin, April 20, 2009
BADUTKU BERATRAKSI
Kau letakkan budaya tradisi di atas punggung kami
Tersentuh dalam ketiadaan
Kami tidak bisa melihatnya
Kami berjalan menapaki bebatuan yang terjal dan menanjak
Ingin kulempar bingkisan yang bau dan lusuh ini ke tepian jurang
Tapi, bambu runcing siap menikam jantungku
Wahai Engkau cahaya kebenaran
Singkapkan badut-badut dari kebudayaan
Hapuskan budaya-budaya badut
Sebarkan dan tancapkan akar-akar Mu
Kedalam sanubari kami
Akar-akar tradisi
Alirkan sari-sarimu
Kedalam darah kami
Sari-sari kejujuran
Agar kami berdiri tegak
Menyongsong hari esok tak hilang arah
Rabu, April 15, 2009
SEJARAH KOTA KELAHIRAN PEJUANG KEADILAN
Sejarah Singkat Kabupaten Majalengka
Kerajaan Hindu Terakhir di Majalengka
Sekitar tahun 1480 (pertengahan abad XV) Mesehi, di Desa Sindangkasih 3 Km dari Kta Majalengka ke Selatan, bersemayam Ratu bernama Nyi Rambut Kasih keturunan Prabu Sliliwangi yang masih teguh memeluk Agama Hindu.
Ratu masih bersaudara dengan Rarasantang, Kiansantang dan Walangsungsang, kesemuanya telah masuk Agama Islam.
Adanya Ratu di daerah Majalengka adalah bermula untuk menemui saudaranya di daerah Talaga bernama Raden Munding Sariageng suami dari Ratu Mayang Karuna yang waktu itu memerintah di Talaga.
Di perbatasan Majalengka - Talaga, Ratu mendengar bahwa di darah tersebut sudah masuk Islam. Sehingga mengurungkan maksudnya dan menetaplah Ratu tersebut di Sindangkasih, dengan daerahnya meliputi Sindangkasih, Kulur, Kawunghilir, Cieurih, Cicenang, Cigasong, Babakanjawa, Munjul dan Cijati.
Pemerintahannya sangat baik terutama masalah pertanian yang beliau perhatikan dan juga pengairan dari Beledug-Cicurug-Munjul dibuatnya secara teratur. Kira-kira tahun 1485 putera Raden Rangga Mantri yang bernama Dalem Panungtung diperintahkan menjadi Dalem di Majalengka, yang mana membawa akibat pemerintahan Nyi Rambut Kasih terjepit oleh pengaruh Agama Islam.
Kemudian lagi pada tahun 1489 utusan Cirebon, Pangeran Muhammad dan istrinya Siti Armilah atau Gedeng Badori diperintahkan untuk mendatangi Nyi Rambut Kasih dengan maksud agar Ratu maupun Kerajaan Sindangkasih masuk Islam dan Kerajaan Sindangkasih masuk kawasan ke Kesultanan Cirebon. Nyi Rambut Kasih menolak sehingga timbul pertempuran antara pasukan Sindangkasih dengan pasukan Kesultanan Cirebon. Kerajaan Sindangkasih menyerah dan masuk Islam, sedangkan Nyi Rambut Kasih tetap memeluk agama Hindu.
Mulai saat inilah ada Candra Sangkala Sindangkasih Sugih Mukti - tahun 1490.
ABAD XVI AGAMA ISLAM MASUK DAERAH MAJALENGKA
Daerah-daerah yang masuk Daerah Kesultanan Cirebon, dan telah semuanya memeluk Agama Islam adalah Pemerintahan Talaga, Maja, Majalengka. Penyebaran Agama Islam di daerah Majalengka terutama didahului dengan masuknya para Bupati kepada agama itu. Kemudian dibantu oleh penyebar-penyebar lain antaranya : Dalem Sukahurang atau Syech Abdul Jalil dan Dalem Panuntun, semua di Maja; Pangeran Suwarga di Talaga dan yang lainnya Pangeran Muhammad, Siti Armilah, Nyai Mas Lintangsari, Wiranggalaksana, Salamuddin, Puteran Eyang Tirta, Nursalim, RH Brawinata, Ibrahim, Pangeran Karawelang, Pangeran Jakarta, Sunan Rachmat di Bantarujeg dan masih banyak lagi.
Tahun 1650 Majalengka masuk pengaruh Mataram karena Cirebon telah menjadi kekuasaan Mataram. Waktu itu Cirebon dipegang oleh Panembahan Ratu II atau Sunan Girilaya.
PENGARUH SULTAN AGUNG MATARAM ABAD XVII
Tahun 1628 Tumenggung Bahureksa diperintahkan oleh Sultan Agung untuk menyerang Batavia, dengan bantuan pasukan-pasukan dari daerah-daerah manapun masalah logistiknya, juga pendirian loji-loji sebagai persediaan loistiknya di daerah Majalengka Utara, loji-loji banyak didirikan di Jatiwangi, Jatitujuh dan Ligung.
Mataram berpengaruh besar terhadap Majalengka, dimana banyak orang Mataram yang tidak sempat kembali ke tempat asalnya dan menetap di Majalengka.
Abad ke-XVII merupakan juga bagian dari pada peristiwa pertempuran Rangga Gempol yang berusaha membendung pasukan Mataram ke wilayah Priangan. Hal ini perlu diketahui bahwa wilayah Priangan akan diserahkan kepada V.O.C. (tahun 1677). Pasukan Rangga Gempol mundur ke Indramayu dan Majalengka.
Hubungan sejarah Sumedang yang menyatakan bahwa Geusan Ulun merupakan penurun para bupati Sumedang. Majalengka waktu itu masuk kekuasaan Sunan Girilaya, konon menyerahkan daerah Majalengka kepada Sunan tersebut sebagai pengganti Putri Harisbaya yang dibawa lari dari Keraton Cirebon ke Sumedang. Tahun 1684 Cirebon diserahkan Mataram kepada V.O.C. maka otomatis Majalengka masuk daerah V.O.C.
MASA PENJAJAHAN BELANDA DAN PENGHAPUSAN KEKUASAAN BUPATI ABAD XVIII
Tahun 1705, seluruh Jawa Barat masuk kekuasaan Hindia Belanda, pada tahun 1706 pemerintah kolonial menetapkan Pangeran Aria Cirebon sebagai seorang Gubernur untuk seluruh Priangan. Olehnya para bupati diberi wewenang untuk mengambil pajak dari rakyat, termasuk Majalengka bagi kepentingan upeti kepada pemerintah Belanda.
Paksaan penanaman kopi di daerah Maja, Rajagaluh dan Lemahsugih mengakibatkan banyak rakyat yang jatuh kelaparan.
MAJALENGKA PADA ABAD XIX
Tidak saja tanam paksa kopi, Pemerintah Hindia Belanda pun memaksa rakyat untuk menanam lada, tebu dan tanaman lain yang laku di pasaran Eropa. Hal ini semakin menambah berat beban rakyat sehingga kesengsaraan dan kelaparan terjadi di mana-man.
Tahun 1805 terjadi pemberontakan oleh Bagus Rangin dari Bantarjati menentang Belanda. pertempuran pun pecah dengan sengitnya di daerah Pangumbahan.
Pasukan Bagus Rangin yang berkekuatan ± 10.000 orang kalah dan terpaksa mengakui keunggulan Belanda. Tanggal 12 Juli 1812 Bagus Rangin menerima hukuman penggal kepala di kali Cimanuk dekat Karangsambung, sekarang beliau dinobatkan sebagai pahlawan. Waktu itu pada masa pemerintahan Gubernur Hindia Belanda Henrick Wiesel (1804-1808) dan dilanjutkan oleh herman Willem Daendels (1808-1811) kemudian oleh Thomas ST Raffles (1811-1816).
PEMERINTAHAN BARU DI MAJALENGKA
Dengan bisluit Gubernur Jendral tanggal 5 Januari tahun 1819 berdirilah Keresidenan Cirebon dengan Kabupaten Cirebon, Raja Cola, Bangawan Wetan, Maja dan Kuningan. Selanjutnya Kabupaten Maja atau Kabupaten Sindangkasih menjadi Kabupaten Majalengka.
Kabupaten Majalengka sejak tahun 1819 sampai sekarang telah mengalami 22 kali masa pemerintahan yang dipimpin oleh Bupati/Kepala Daeah.
Geografis
Kabupaten Majalengka terletak antara 108¡61′108¡48′ Bujur Timur dan 6¡14′-7¡24′ Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
o Sebelah Barat Kabupaten Sumedang
o Sebelah Timur Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon
o Sebelah Utara Kabupaten Indramayu
o Sebelah Selatan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya
* Luas wilayah Kabupaten Majalengka : 1.204,24 Km² (120,424 ha) atau 2,71% dari luas wilayah Propinsi Jawa Barat.
* Wilayah Administrasi Kabupaten Majalengka terdiri atas 23 Kecamatan yang terbagi dalam 13 Kelurahan dan 317 Desa.
* Jarak dari ibu kota Kabupaten Majalengka (kota Majalengka) ke ibu kota Propinsi Jawa Barat (kota Bandung) sekitar 110 Km dengan waktu tempuh 2-3 jam, dan jarak ke ibu kota negara (kota Jakarta) sekitar 300 Km dengan waktu tempuh perjalanan 5-6 jam.
Visi
Visi filosofis Kabupaten Majalengka adalah “terwujudnya masyarakat Sindangkasih Sugih Mukti Bagja Raharja”.
Selasa, April 14, 2009
Love vs Like
Hari ini aku baca bulletin board dari Mbak Mim. Tentang Love & Like (wah pas bgt topikna). Begini,
Pacaran itu suatu hal yang mengesankan dan harus dipertahankan jika memang udah sepadan.
Seperti kata kata berikut, Cinta tak pernah akan begitu indah, jika tanpa persahabatan.
yang satu selalu menjadi penyebab yang lain dan prosesnya adalah irreversible.
Seorang pecinta yang terbaik adalah sahabat yang terhebat.
Jika kamu mencintai seseorang, jangan berharap bahwa seseorang itu akan mencintai kamu persis sebaliknya dalam kapasitas yang
sama.
Satu diantara kalian akan memberikan lebih, yang lain akan dirasa kurang. Begitu juga dalam kasus kamu yang mencari, dan yang lain akan menanti. Jangan pernah takut untuk jatuh cinta. Mungkin akan begitu menyakitkan, dan mungkin akan menyebabkan kamu sakit dan menderita.
Tapi jika kamu tidak mengikuti kata hati, pada akhirnya kamu akan menangis. jauh lebih pedih karena saat itu menyadari bahwa kamu tidak pernah memberi.
Cinta itu sebuah jalan. Cinta bukan sekedar perasaan, tapi sebuah komitmen.
Perasaan bisa datang dan pergi begitu saja.
Cinta tak harus berakhir bahagia, karena cinta tidak harus berakhir Cinta sejati mendengar apa yang tidak dikatakan dan mengerti apa yang tidak dijelaskan, sebab cinta tidak datang dari bibir dan lidah atau pikiran melainkan dari HATI.
Ketika kamu mencintai, jangan mengharapkan apapun sebagai imbalan, karena jika kamu demikian, kamu bukan mencintai,melainkan investasi.
Jika kamu mencintai, kamu harus siap untuk menerima penderitaan. Karena jika kamu mengharap kebahagiaan,kamu bukan mencintai melainkan memanfaatkan.
Lebih baik kehilangan harga diri dan egomu bersama seseorang yang kamu cintai dari pada kehilangan seseorang yang kamu cintai, karena egomu yang tak berguna itu.
Bagaimana aku akan berkata "SELAMAT TINGGAL " kepada seseorang yang tidak pernah aku miliki ??
Kenapa tetes air mata jatuh demi seseorang yang tidak pernah menjadi kepunyaanku ??
Kenapa aku merindukan seseorang yang tidak pernah bersamaku dan kubertanya, kenapa aku mencintai seseorang yang cintanya tidak pernah untukku ??
Sangat sulit bagi dua orang yang mencintai satu sama lain ketika mereka tinggal dalam dua dunia yang berbeda. Tapi ketika kedua dunia ini melebur dan menjadi satu, itulah yang disebut KEAJAIBAN !!
Jangan mencintai seseorang seperti bunga karena bunga mati kala musim berganti, Cintailah mereka seperti angin, sebab angin bertiup selamanya.
Cinta mungkin akan meninggalkan hatimu bagaikan kepingan2 kaca, tapi tancapkan dalam pikiranmu, bahwa ada seseorang yang akan bersedia untuk menambal lukamu dengan mengumpulkan kembali pecahan-pecahan kaca itu sehingga kamu akan menjadi utuh kembali.
"Dream can change, but Love is forever"
LoVe Or LiKe ???
Don't EVER leave the one you love for the one you like because the one you like will leave you for the one they love.
tonight your true love will realize how much they love you. between 1 & 4 in the afternoon, tomorrow the shock of your life will occur.
Thanks to Mbak Mim yg udah menulis (ato memfoward?) bulletin itu. I'm just foward it in differ way.
To the one I love, I would NEVER EVER leave you. Because I do love you. As a matter a fact you don't.. or haven't.
Senin, April 13, 2009
Bupati Majalengka
1. RT. Dendranegara 1819 - 1848
2. RAA. Kartadiningrat 1848 - 1857
3. RAA. Bahudenda 1857 - 1863
4. RAA. Supradningrat 1863 - 1883
5. RAA. Supriadipraja 1883 - 1885
6. RMA. Supraadiningrat 1885 - 1902
7. RA. Sastrabahu 1902 - 1922
8. RMA. Suriatanudibrata 1922 - 1944
9. RA. Umar Said 1944 - 1945
10. R. Enoch 1945 - 1947
11. R.H. Hamid 1947 - 1948
12. R. Sulaeman Nata Amijaya 1948 - 1949
13. M. Chavil 1949
14. RM. Nuratmadibrata 1949 - 1957
15. H. Aziz Halim 1957 - 1960
16. H. RA. Sutisna 1960 - 1966
17. R. Saleh Sediana 1966 - 1978
18. H. Moch. S. Paindra 1978 - 1983
19. H. RE. Djaelani, SH. 1983 - 1988
20. Drs. H. Moch. Djufri Pringadi 1988 - 1993
21. Drs. H. Adam Hidayat, SH., M.Si 1993 - 1998
22. Hj. Tutty Hayati Anwar, SH., M.Si 1998 – 2008
23. H.Sutrisno 2008 - kiwari
Selasa, April 07, 2009
RINTIK HUJAN
Rintik hujan mengguyur bumi
Yang sempat bergoyang dan membelah
Mengejar kita dalam dinding waktu
Berlomba beradu nasib akan diri sendiri
Rintik hujan tangisan langit
Ratapi lelayu yang menjamur
Iringi tangis kegetiran
Membelah kesunyian
Bagai pohon, membeku tubuhmu
Rintik hujan mambasahi tanah
Mengalirkan bau amis yang menusuk
Bercampur air mata, menyatu
Dalam kesedihan dan harapan
Rintik hujan dalam kegelapan
Menambah dingin dalam cengkraman malam
Tetes demi tetes seiring detak jantung
Yang rindu akan kegagahan raja siang
Nyanyian jawa terdengar di radio
Melantunkan dendang syahdu
Mengalir mengikuti hembusan angin
Diringi gamelan yang mengalir dengan tenang
Rintik hujan menelan penjaga malam
Bangunkan prajurit-prajurit kecil
Yang bernyanyi mengisi sunyi
Bercampur dalam kegelisahan
Rintik hujan mengguyur bumi
Rintik hujan tangisan langit
Rintik hujan mambasahi tanah
ntik hujan dalam kegelapan
Rintik hujan menelan penjaga malam
Sembunyikan kata impian
Roda waktu terasa terhenti
Kegelisahan,
kesunyian yang mencekam,
harapan,
menyatu rindukan impian yang koma
Jogja, 28 05 06
Senin, April 06, 2009
MUSAFIR
Wahai musafir
Pabila informasi datang dari orang fasik
Periksalah dengan seksama
agar kamu tidak menyesal berkepanjangan
Dengan kelalaianmu
orang lain celaka karenanya
Mereka padamkan cahaya Illahi
Dengan memutar balikkan fakta
Propaganda yang bukan-bukan
Bagaikan meniup mentari, atau
menutup cahayanya
dengan telapak tangan, tapi
Kebenaran akan tetap menyalakan cahaya itu
Walau mereka membencinya
Wahai musafir
Perjalananmu masih panjang
Menelusuri jejak kebenaran
Kebenaran ditangan kanan, kain kafan ditangan kiri
Berjalan diantara dua kutub yang berbeda
Antara idiologi yang kau miliki
Dan realisme yang kau hadapi
Wahai musafir
Tempat tujuanmu masih jauh
Liku-liku jalan yang harus kau lewati
Pangkalan tempat bertolak telah tiada
Tepian belum juga tampak
Semakin jauh kau melangkah
Semakin nyaring pekik derita
Semakin jauh kau melangkah
Semakin terdengar pekik duka
Namun….
Kau tak pernah mengeluh, … menyesal, …. putus asa, …..
Wahai musafir
Disini kau berdiri
Tiada tangis, … senyum, … tawa, ….
Tiada sapa terucap
Darimana kau datang
Kan kemana kau pergi
Bahagialah engkau yang terasing
Melangkah mencari kebenaran
Bahagialah orang yang menyertaimu
Berkelana mencari cahaya langit
Jogja, 31 03 06
Kamis, April 02, 2009
Dalam Keterbatasan
Pertama kali ku lihat cahaya mentari yang hendak sembunyi di balik malam pada tanggal 1 februari 2009,aku hanya miliki 3.2 kg dengan panjang 52 cm.pemasok tenaga kehidupan melilit di leherku.
Sebelumnya ku berontak tuk membuka batas dengan perjuangan yang panjang selama dua hari dua malam, hendak ku dilarikan ke puskesmas, namun ku ditolaknya karena telah terjadi kebocoran pada diinding pembatas, hingga ku di rekomendasikan tuk pergi ke astana anyar. Namun setelah di cek,ternyata itu bukanlah kebocoran, hanya salah satu tahapan dalam usaha pemberontakanku, di suruhlah aku tuk pulang ke rumah.
Pemberontakanku tak berujung disana, aku terus berusaha tuk pecahkan dinding pembatas itu.
Ketika ku dengar adzan shubuh memanggil manusia tuk bersujud pada SANG KHALIK, kembali ku dibawa ke rumah orang yang selama ini turut membantu pemberontakanku, namun dia tak ada dan ku temui adiknya yang juga siap membantu pemberontakan ini, hingga siang usaha pemberontakan dengan menghancurkan dinding pembatas ini belum terlihat hasil yang signifikan, kembali ku di rekomendasikan ke ujung berung untuk dilakukan pemberontakan dengan paksa tanpa melalui jalan yang sudah sedikit luluh. Semua alat dan orang-orang ahli telah bersiap untuk melakukan usaha pemberontakan dengan paksa ini. Namun atas ijin-Nya aku tak jadi melalui jalan pemaksaan, namun usaha pemberontakanku berhasil dengan hancurnya dinding pembatas
Setelah ku lihat cahaya mentari ku menangis sejadi-jadi, namun ku heran dengan orang sekelilingku mereka semua tertawa haru dan ku cium bau amis yang menyengat, dan terlihat bayangan sesosok manusia yang terbaring seolah kelelahan dengan di kelilingi baju putih dan bau amis di tubuhnya.
Kurasakan ketidaknyamanan yang membuat aku terpisah dengannya setelah sekian lama aku bersamanya, hingga kami pun terpaksa pergi tanpa ijin sang ahli.
Entah nikmat yang keberapa lagi, ada seorang kerabat yang sanggup menampung pelarian kami sebelum kami kembali ke rumah asal.selama seminggu kami di rumah kerabat. Dan mandi pertamaku pun terjadi disana,ku sentuh air yang hangat namun kehangatan itu hanya sementara setelah suhu dari hujan menyentuh tubuhku, hingga kumeraskan dingin yang menjadi hingga ku menggigil
Dia yang kemarin terbaring terus menemaniku dan menjagaku di temani sesosok laki-laki yang terus membantunya tanpa pamrih dan terus memastikan kondisiku baik-baik saja.
7 februari 09, suatu benda yang tajam telah masuk di pahaku dengan mengalirkan suatu cairan yang konon katanya membantuku dalam menjalani kehidupan ini, namun yang kurasakan saat itu adalah sakit yang tak tertahan. Semula 3.2 sekarang Alhamdulillah bertambah menjadi 3.3
“NISCALA DANADYAKSA ELKHIYAR” telah dipersiapkan sebagai penghormatan kepada sesepuh/pahlawan kerajaan yang telah mengharumkan kejayaannya dalam kerajaan PASUNDAN. Dengan harapan jiwa kepemimpinannya hadir dalam jiwaku, namun ada beberapa orang dan hampir kebanyakan menolak label tersebut, di takutkan bukan hanya jiwa kepemimpinannya yang terbawa namun seluruh kehidupan sang sesepuh ikut terbawa dalam kehidupanku, konon katanya aliran darahnya memang ada dan hadir dalam tubuhku.
Esok hari ku mulai pulang ke rumah asal setelah seminggu kami menumpang di rumah kerabat, aku di sambut oleh warga sekitar yang menanti-nanti kedatanganku. Sore hari, bekas potongan pemasok tenaga kehidupan terputuslah dari atas perutku, entah itu tanda kebesaran-Nya yang keberapa yang terjadi dalam kehidupan ini.
10 februari 09 pertama kalinya ku meneteskan air mata yang sudah lama kuharapkan keluar dari mataku, antara sesosok yang terbaring kemarin-kemarin dan yang menemaninya sedang terjadi perdebatan yang cukup panjang. Mereka mendebatkan tuk mencari pengganti “NISCALA DANADYAKSA ELKHIYAR” dan akhirnya ditemukan dengan pengganti “GHANIM AHFADZ ELKHIYAR”
12 februari 09, pada malam hari setelah shalat isya kami di jemput oleh beberapa orang tuk pergi ke suatu tempat yang konon katanya disanalah asal mula sesepuh kami hidup. 4 jam perjalanan kami tempuh di waktu malam. Perjalanan pertamaku dilakukan pada waktu malam jumat,ku rasakan suara-suara dzikir yang berkumandang di sekelilingku, subhanallah, segala puji-pujian tersembahkan untuk SANG KHALIK, kembali ku menangis tuk ikut menyuarakan segala pujian itu. Setelah sampai di tempat tujuan, kami pun di sambut dengan keceriaan dan keterharuan mereka yang menunggu kedatanganku, aku pun cukup terharu dengan penyambutan itu, namun angin yang masuk ke tubuhku membuat aku tak nyaman setelah melakukan perjalanan panjang di malam hari.
Sekarang 21 februari 09, kembali ku bertambah semula 3.3 sekarang 4.3, pun benda tajam kembali masuk ke tubuhku dengan menghantarkan cairan lagi, ku teriakan sakit dalam tangisku. Kulihat 2 ekor kambing yang gagah berani tampak di depanku, dan akan dipersembahkan sebagai upacara penyambutanku nanti.sebelum acara itu dilakukan aku didandani layaknya orang besar yang akan di sambut dalam acara ini. Kembali ku dengar puji-pujian kepada SANG KHALIK , aku diam mendengarkan dengan seksama puji-pujian itu, ku ikuti dalam hatiku. Besoknya kembali ku melakukan perjalan ke kaki gunung ciremai tuk menengok salah satu sesepuhku yang sakit stroke.
Penutup kepalaku di rampas dan digunduli, hingga ku menangis sejadi-jadi pada 26 februari 09.
Ku mulai selalu meminta orang di sekitarku tuk mengobrol panjang lebar, dan aku pun melemparkan suara kepadanya entah itu suara senang ataupun sedih. Dan mulai ku genggam segala benda yang ada di dekatku.
Setelah lari kesana-kemari, akhirnya aku kembali pulang ke rumahku, dan akan menjalani kehidupan yang seperti biasanya. Di mulai saat ini 8 maret 09.
Dalam keterbatasan ini, aku yakin kekuatan-Nya akan selalu hadir temani hidupku, mimpi yang terus tertanam akan rasuki tubuhku tuk melangkah dan menggapainya. Keterbatasan bukanlah suatu penghalang tuk lenyapkan segala mimpiku, namun sebagai roh kekuatan tuk menggapai mimpiku
Rabu, April 01, 2009
Kurindu IA
Aku tahu matahari terus berputar
mengelilingi sang waktu
Sejarah-sejarah terus berjalan
menempel pada dinding waktu
Tak bisa, kita melucutinya
hanya memandang
Desiran angin
menembus pori
Membawa darah, menelusuri tubuh
Ambisi bercampur mimpi
memacu semangat tuk terus melangkah
Dengan ideologi kita melangkah
didampingi realita yang terus terpampang
Setiap langkah kita,
kain kafan terus membayangi
Kurindukan sebuah rindu
rindu akan kebenaran
yang berdampingan dengan fatamorgana
tuk hancurkan kegelisahan
yang terus hidup dalam kehidupan
terhirup desirannya
Mengapa Kita Sekolah
Bersekolah menyisakan kenangan buat kita semua yang pernah mangalaminya. Setidaknya, itulah salah satu sisi kehidupan yang kita singgahi hingga usia sekarang ini. Ada yang menyenangkan, ada pula yang menyedihkan, bikin sebel, dan tak sedikit bagian-bagian yang kita jalani di sekolah mempengaruhi pola berpikir kita hari ini. Tapi, pernahkah muncul pertanyaan: Mengapa kita bersekolah, dan apa yang kita nikmati dari sekolah?
Hari ini saya menyempatkan diri untuk mensurvey satu sekolah Islam di kawasan Jatinangor. Setidaknya, di usia si sulung yang sudah mencapai 6,5 tahun, saya berharap sudah punya keputusan yang jelas, apakah ia akan homeschooling saja ataukah diperkenalkan dunia sekolah formal.
Saya tidak bisa bilang bahwa pendidikan anak diwakili oleh istilah sekolah, baik sekolah rumah ataupun sekolah formal. Menurut saya, pendidikan mencakup keseluruhan proses hidup seorang manusia, baik di rumah maupun di lingkungan luar rumahnya. Seandainya pun seorang anak bersekolah formal, maka itu hanyalah bagian dari dunia di luar rumahnya, tak beda dengan kursus atau apapun kegiatan yang bisa menambah pengetahuan dan skill.
Oleh karena itulah, saya berencana mensurvey beberapa sekolah, yang sekiranya ada yang cocok untuk anak saya berkiprah, berkegiatan, dan menambah skill-nya, saya pun tak keberatan menanggalkan status homeschooler buat anak saya. Tak dapat dipungkiri, ada sesuatu yang tidak dapat tumbuh maksimal dalam diri anak saya jika saya memaksanakan diri menjalankan homeschooling, sementara dia ingin tumbuh bersama sekelompok teman atau lingkungan yang mengeksplorasi pertemanan.
Bagaimana dengan homeschooling?
Tak ada model pembelajaran yang sempurna tanpa kelemahan. Homeschooling, dalam definisi originalnya (yang tidak dilembagakan, tidak dikomersilkan) sesungguhnya memiliki banyak kelebihan dari sisi subjektif anak. Artinya, dengan homeschooling anak-anak bisa diarahkan pada hal-hal yang benar-benar ia sukai, orang tua bisa memilihkan materi ajar yang cocok, dan anak-anak juga sekaligus bisa didorong untuk menyukai banyak hal tanpa batasan kurikulum sebagaimana sekolah formal.
Banyak keluarga mampu menyiasati kurangnya intensitas bergaul dengan teman sebaya dengan memasukkannya ke lembaga kursus atau mengadakan acara bersama dengan keluarga homeschooling yang lain.
Nah! Buat saya sekarang, homeschooling ataukah sekolah formal bukanlah kata terakhir untuk merepresentasikan pendidikan anak-anak kami. Di mana pun, dengan cara apapun, andai tujuan kita melakukannya murni untuk kebaikan anak-anak kita, pendidikan dengan model apapun hanyalah sebuah alat untuk membuat mereka berkualitas sebagai manusia.(http://pendidikan-rumah.blogspot.com/2009/03/mengapa-kita-sekolah.html)