Selasa, Juli 21, 2009

BUDAYA BACA

Membaca adalah hal yang sangat fundamental dalam proses belajar dan pertumbuhan intelektual. Kualitas hidup seseorang dapat dilihat dari bagaimana seseorang dapat memaksimalkan potensinya. Salah satu upaya untuk dapat memaksimalkan potensi diri adalah dengan membaca. Dengan membaca kita dapat menambah pengetahuan, menganalisa suatu permasalahan hingga mengambil keputusan dengan tepat. Sehingga tidak diragukan lagi apabila melek huruf (literat) menjadi salah satu indikator dalam indeks pembangunan manusia yang akan mengukur kualitas suatu bangsa.

Menumbuhkan minat baca hingga menciptakan budaya baca di masyarakat bukanlah hal yang mudah. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terutama televisi dan radio yang begitu pesat telah menggeser tradisi baca dan tulis yang belum begitu mengakar kuat di Indonesia menjadi tradisi lihat dan dengar tampak lebih dominan. Bukan hal baru lagi apabila kita mendengar minat baca di Indonesia rendah. Hasil publikasi UNDP tahun 2003, menempatkan Indonesia di urutan 112 dari 174 negara dalam hal kualitas bangsa yang salah satu indikatornya adalah tingkat melek huruf masyarakat. Hasil penelitian lainnya menempatkan Indonesia pada peringkat 39 dari 41 negara dalam hal tingkat kemampuan membaca (reading literacy) masyarakat. Apabila kita telusur lebih jauh, tentu akan ada banyak faktor yang mengakibatkan rendahnya minat baca, mulai dari pendapatan perkapita yang rendah yang berimplikasi pada rendahnya daya beli masyarakat pada bahan bacaan hingga kurang tersedianya bahan bacaan atau sulitnya akses terhadap bahan bacaan tersebut.
Dalam hal ketersediaan bahan bacaan, sebenarnya di Indonesia sejak tahun 1960-an telah berkembang Taman Bacaan Masyarakat, tetapi sangat menyedihkan ketika kita mendengar bahwa dari 7000 Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang telah dibina ternyata 5500 diantaranya collaps (www.republika.co.id). Walaupun collaps-nya sebagian besar TBM ini tidak serta merta menunjukkan bahwa budaya baca di Indonesia rendah namun dalam sebuah pertemuan TBM se-Indonesia pada 10-12 Juli 2005 di Solo diakui bahwa para pengelola TBM terutama mereka yang berada di luar Jawa, yang bertempat di pelosok-pelosok pedesaan, selain memiliki kendala dana dalam mengembangkan TBM tersebut, mereka masih bingung untuk mengembangkan minat baca (www.rumahdunia.net).

Kendala Menumbuhkan Budaya Baca
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa menumbuhkan budaya baca bukanlah hal mudah. Ada beberapa kendala yang kurang mendukung terciptanya budaya baca. Somsong Sangkaeo dari Perpustakaan Nasional Thailand pada Konferensi IFLA ke 65 tahun 1999 menyebutkan beberapa faktor terbatasnya kebiasaan membaca di perpustakaan-perpustakaan ASEAN yang meliputi 6 negara, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) sebagai berikut :
1. Kami bukan masyarakat membaca (reading society) tapi masyarakat lisan (chatting society). Dalam budaya orang lebih senang mendengar dan bicara daripada membaca. Mulai dari menceritakan cerita baik yang berasal dari dongeng lisan maupun membacakan buku bagi orang-orang yang buta huruf hingga kebiasaan membaca dengan suara keras.
2. Manajemen 3M : man, money dan management strategies masih merupakan masalah yang rumit.
 Kurangnya Perpustakaan: perpustakaan umum, perpustakaan sekolah dan perpustakaan khusus lebih banyak berlokasi di daerah perkotaan daripada pedesaan
 Kurangnya koleksi buku dan bahan bacaan untuk pengguna umum dan pelajar
 Kurangnya tenaga yang berpendidikan perpustakaan.
 Keterbatasan anggaran, pembiayaan yang minim pada kekayaan koleksi.
3. Aturan pada organisasi dan lembaga lokal dalam membantu perpustakaan mempromosikan kebiasaan membaca.

Metode dalam Menumbuhkan Budaya Baca
Namun menurut penulis ada salah satu langkah yang harus dilaksanakan untuk menuju budaya baca atau bisa di sebut sebagai pengantar menuju masyarakat menuju budaya baca.
Pembinaan minat dan budaya baca merupakan tanggung jawab dari seluruh lapisan masyarakat dan dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan. Beranjak dari analisa tentang kendala yang dihadapi dalam menumbuhkan budaya baca, kita dapat mencoba merumuskan metoda dalam menumbuhkan budaya baca.
1. Apabila kita menganggap penting kegiatan membaca, budaya baca harus ditumbuhkan dari lingkungan terkecil yaitu keluarga. Mulai dari menumbuhkan kecintaan anak pada buku hingga membiasakan kegiatan membaca secara teratur. Kebiasaan membaca tidak berarti memiliki buku bacaan akan tetapi dapat melalui proses peminjaman di perpustakaan, dll. Kebiasaan membaca pada anak bisa dimulai dari pemberian cerita / dongeng yang memacu keingintahuan anak untuk membaca lebih lanjut tentang cerita tersebut, pengerjaan tugas-tugas sekolah
2. Apabila kita menganggap penting kegiatan membaca, budaya baca harus ditumbuhkan dari lingkungan terkecil yaitu keluarga. Mulai dari menumbuhkan kecintaan anak pada buku hingga membiasakan kegiatan membaca secara teratur. Kebiasaan membaca tidak berarti memiliki buku bacaan akan tetapi dapat melalui proses peminjaman di perpustakaan, dll. Kebiasaan membaca pada anak bisa dimulai dari pemberian cerita / dongeng yang memacu keingintahuan anak untuk membaca lebih lanjut tentang cerita tersebut, pengerjaan tugas-tugas sekolah
3. Kebijakan yang dimaksud tidak hanya dalam konteks regulasi negara, tetapi dalam konteks seluruh pihak yang terlibat.

Penutup
Budaya baca tidak dapat tumbuh dengan sendirinya tetapi memerlukan berbagai upaya. Dan upaya yang terpenting adalah bagaimana membentuk manusia-manusia pembelajar yang haus akan pengetahuan. Dengan demikian akan tercipta manusia Indonesia yang literat, kreatif dan cerdas.


Tidak ada komentar: