Kamis, April 02, 2009

Dalam Keterbatasan

Pertama kali ku lihat cahaya mentari yang hendak sembunyi di balik malam pada tanggal 1 februari 2009,aku hanya miliki 3.2 kg dengan panjang 52 cm.pemasok tenaga kehidupan melilit di leherku.

Sebelumnya ku berontak tuk membuka batas dengan perjuangan yang panjang selama dua hari dua malam, hendak ku dilarikan ke puskesmas, namun ku ditolaknya karena telah terjadi kebocoran pada diinding pembatas, hingga ku di rekomendasikan tuk pergi ke astana anyar. Namun setelah di cek,ternyata itu bukanlah kebocoran, hanya salah satu tahapan dalam usaha pemberontakanku, di suruhlah aku tuk pulang ke rumah.
Pemberontakanku tak berujung disana, aku terus berusaha tuk pecahkan dinding pembatas itu.

Ketika ku dengar adzan shubuh memanggil manusia tuk bersujud pada SANG KHALIK, kembali ku dibawa ke rumah orang yang selama ini turut membantu pemberontakanku, namun dia tak ada dan ku temui adiknya yang juga siap membantu pemberontakan ini, hingga siang usaha pemberontakan dengan menghancurkan dinding pembatas ini belum terlihat hasil yang signifikan, kembali ku di rekomendasikan ke ujung berung untuk dilakukan pemberontakan dengan paksa tanpa melalui jalan yang sudah sedikit luluh. Semua alat dan orang-orang ahli telah bersiap untuk melakukan usaha pemberontakan dengan paksa ini. Namun atas ijin-Nya aku tak jadi melalui jalan pemaksaan, namun usaha pemberontakanku berhasil dengan hancurnya dinding pembatas

Setelah ku lihat cahaya mentari ku menangis sejadi-jadi, namun ku heran dengan orang sekelilingku mereka semua tertawa haru dan ku cium bau amis yang menyengat, dan terlihat bayangan sesosok manusia yang terbaring seolah kelelahan dengan di kelilingi baju putih dan bau amis di tubuhnya.

Kurasakan ketidaknyamanan yang membuat aku terpisah dengannya setelah sekian lama aku bersamanya, hingga kami pun terpaksa pergi tanpa ijin sang ahli.

Entah nikmat yang keberapa lagi, ada seorang kerabat yang sanggup menampung pelarian kami sebelum kami kembali ke rumah asal.selama seminggu kami di rumah kerabat. Dan mandi pertamaku pun terjadi disana,ku sentuh air yang hangat namun kehangatan itu hanya sementara setelah suhu dari hujan menyentuh tubuhku, hingga kumeraskan dingin yang menjadi hingga ku menggigil

Dia yang kemarin terbaring terus menemaniku dan menjagaku di temani sesosok laki-laki yang terus membantunya tanpa pamrih dan terus memastikan kondisiku baik-baik saja.

7 februari 09, suatu benda yang tajam telah masuk di pahaku dengan mengalirkan suatu cairan yang konon katanya membantuku dalam menjalani kehidupan ini, namun yang kurasakan saat itu adalah sakit yang tak tertahan. Semula 3.2 sekarang Alhamdulillah bertambah menjadi 3.3

“NISCALA DANADYAKSA ELKHIYAR” telah dipersiapkan sebagai penghormatan kepada sesepuh/pahlawan kerajaan yang telah mengharumkan kejayaannya dalam kerajaan PASUNDAN. Dengan harapan jiwa kepemimpinannya hadir dalam jiwaku, namun ada beberapa orang dan hampir kebanyakan menolak label tersebut, di takutkan bukan hanya jiwa kepemimpinannya yang terbawa namun seluruh kehidupan sang sesepuh ikut terbawa dalam kehidupanku, konon katanya aliran darahnya memang ada dan hadir dalam tubuhku.

Esok hari ku mulai pulang ke rumah asal setelah seminggu kami menumpang di rumah kerabat, aku di sambut oleh warga sekitar yang menanti-nanti kedatanganku. Sore hari, bekas potongan pemasok tenaga kehidupan terputuslah dari atas perutku, entah itu tanda kebesaran-Nya yang keberapa yang terjadi dalam kehidupan ini.

10 februari 09 pertama kalinya ku meneteskan air mata yang sudah lama kuharapkan keluar dari mataku, antara sesosok yang terbaring kemarin-kemarin dan yang menemaninya sedang terjadi perdebatan yang cukup panjang. Mereka mendebatkan tuk mencari pengganti “NISCALA DANADYAKSA ELKHIYAR” dan akhirnya ditemukan dengan pengganti “GHANIM AHFADZ ELKHIYAR”

12 februari 09, pada malam hari setelah shalat isya kami di jemput oleh beberapa orang tuk pergi ke suatu tempat yang konon katanya disanalah asal mula sesepuh kami hidup. 4 jam perjalanan kami tempuh di waktu malam. Perjalanan pertamaku dilakukan pada waktu malam jumat,ku rasakan suara-suara dzikir yang berkumandang di sekelilingku, subhanallah, segala puji-pujian tersembahkan untuk SANG KHALIK, kembali ku menangis tuk ikut menyuarakan segala pujian itu. Setelah sampai di tempat tujuan, kami pun di sambut dengan keceriaan dan keterharuan mereka yang menunggu kedatanganku, aku pun cukup terharu dengan penyambutan itu, namun angin yang masuk ke tubuhku membuat aku tak nyaman setelah melakukan perjalanan panjang di malam hari.

Sekarang 21 februari 09, kembali ku bertambah semula 3.3 sekarang 4.3, pun benda tajam kembali masuk ke tubuhku dengan menghantarkan cairan lagi, ku teriakan sakit dalam tangisku. Kulihat 2 ekor kambing yang gagah berani tampak di depanku, dan akan dipersembahkan sebagai upacara penyambutanku nanti.sebelum acara itu dilakukan aku didandani layaknya orang besar yang akan di sambut dalam acara ini. Kembali ku dengar puji-pujian kepada SANG KHALIK , aku diam mendengarkan dengan seksama puji-pujian itu, ku ikuti dalam hatiku. Besoknya kembali ku melakukan perjalan ke kaki gunung ciremai tuk menengok salah satu sesepuhku yang sakit stroke.

Penutup kepalaku di rampas dan digunduli, hingga ku menangis sejadi-jadi pada 26 februari 09.

Ku mulai selalu meminta orang di sekitarku tuk mengobrol panjang lebar, dan aku pun melemparkan suara kepadanya entah itu suara senang ataupun sedih. Dan mulai ku genggam segala benda yang ada di dekatku.

Setelah lari kesana-kemari, akhirnya aku kembali pulang ke rumahku, dan akan menjalani kehidupan yang seperti biasanya. Di mulai saat ini 8 maret 09.

Dalam keterbatasan ini, aku yakin kekuatan-Nya akan selalu hadir temani hidupku, mimpi yang terus tertanam akan rasuki tubuhku tuk melangkah dan menggapainya. Keterbatasan bukanlah suatu penghalang tuk lenyapkan segala mimpiku, namun sebagai roh kekuatan tuk menggapai mimpiku

Tidak ada komentar: